Hanya berselang beberapa jam setelah mendapat mandat sebagai ketua “KPK” Arab Saudi (5/11), Putra mahkota Muhammad bin Salman (MBS) segera melakukan tindakan paling berani dalam sejarah keluarga kerajaan dengan langsung membawa 11 pangeran dan empat belas petani sesuai dengan tuntutan korupsi. Bahkan 10 mantan menteri tidak menerima jaring dari operasinya. Media lokal menentang operasi ini sebagai perang melawan kerusakan ( al-harb dhiddu al-fasad ).
Salah satu pangeran yang ditangkap adalah pangeran Walid bin Thalal, pelaku bisnis Timur Tengah yang terkenal tak kenal kompromi terhadap kepemimpinan Raja Salman. Banyak pihak berpendapat bahwa ini adalah langkah yang dinyanyikan oleh Putra Mahkota yang akan dikembalikan yang akan menjadi batu kerikil pada periode kepemimpinanya kelak, sekaligus menunjukkan dunia yang pantas dikuasai Saudi. Penangkapan besar-besaran terhadap kelauarga kerajaan ini dimulainya proses peralihan kekuasaan Arab Saudi ke generasi ketiga Raja Abdulaziz.
Sepak Terjang Bin Salman
Sejak awal, kemunculan MBS ke epicentrum kekuasaan memunculkan kontroversi untuk keluarga kerajaan. Diangkatnya MBS sebagai wakil putra Mahkota oleh Raja Salman adalah hal yang tidak lazim kompilasi sang Raja mengangkat putranya sendiri sebagai bakal gantinya kelak. Hal ini memunculkan dugaan akan ketidaksolidan suara di kelas pangeran hingga Raja Salman perlu memperbaiki agensi pajangnya melalui keturunannya langsung.
Dugaan ini di kemudian hari menemukan relevansinya kompilasi pada Juni lalu Raja Salman tanpa alasan yang jelas mencopot putra mahkota waktu Muhammad bin Nayef yang merupakan keponakannya, dan menggantinya dengan kepemimpinannya sendiri.
MBS mempertahankan jabatan sebagai menteri pertahanan termuda di dunia dalam usia cukup belia yaitu 31 tahun. Berbeda dengan para pendahulunya yang dirancang saat berusia senja di atas 70 tahun. Citranya sebagai seorang reformis muncul saat menjadi kepala Dewan Ekonomi Saudi dengan agenda reformasi bertajuk “Visi 2030”.
Visi Saudi 2030 menetapkan tujuan untuk 15 tahun ke depan melalui agenda kebijakan yang dikenal sebagai Rencana Transformasi Nasional pasca minyak yang dilakukan melalui diversifikasi pendapatan, terasmuk privatisasi Aramco, perusahaan minyak negara. Di kemudian hari munculla ide membuat Saudi Bak Dubai yang dibuka pantai mereka untuk wisatawan Barat.
MBS dikenal agresif dan agresif. Di Riyadh sendiri ia dijuluki “Mr. Segala sesuatu”. Bahkan Surat kabar Jerman Die Zeit pernah menjulukinya sebagai seorang “serakah dan sombong” karena ia menempatkan beberapa posisi strategis kerajaan sekaligus.
Soal Iran sikapnya jauh berbeda dengan pendahulunya. Iran menganggap biang keladi kerusuhan di Timur Tengah dengan dukungannya pada diktator Suriah Bashar al-Assad di Suriah, memprsenjatai milisi Hautsi di Yaman serta provokasi warga Syiah di Dammam dan Bahrain.
Serangan koalisi Arab Saudi ke Yaman 2015 ditampilkan sebagai salah satu ambisinya sebagai menteri pertahanan Arab Saudi sekaligus sebagai efek samping perebutan dominasi dengan Muhamamd bin Nayef. Meski membantah Syiah Hautsi, laporan Human Rights Watch lebih banyak melakukan pertikaian yang dilakukan Saudi, termasuk serangan bom yang menyebabkan krisis kemanusian di Yaman.
Sebagai balasannya, kini roket dari Yaman berjatuhan di Saudi. Salah satunya jatuh tempo di kota Riyadh kemarin. Pada kirisis Qatar beberapa waktu yang lalu, peran MBS juga sangat signifikan. Dialah tokoh kunci yang memprovokasi negara Teluk untuk bersama-sama memblokade Qatar akhirnya Saudi juga yang kini kewalahan.
Islam Moderat Ala Saudi
Dalam sesi wawancara dengan Guardian baru-baru ini Muhammad Bin Salman mengeluarkan pernyataan kontroversialnya “para pendahulu kami telah menghabiskan 30 tahun mempelajari Islam radikal, kini berusaha menghabisinya ”.
Dalam sesi itu ia juga menyebut Saudi baru akan menjadi Islam yang moderat dan modern. Di satu sisi, banyak yang menyambut sikap positif tersebut. Terbukti such as inviting participation Dari dicabutnya larangan Mengemudi Bagi kaum Perempuan meski bertentangan DENGAN Pendapat ulama senior yang mulanya Saudi pãda.
Namun di sisi lain, alih-alih menjadi momen awal dimulainya proses transisiasi di Kerajaan, rumusan Islam moderat inilah yang digunakan sebagai dalih untuk membungkam yang bertentangan dengan menangkapi mereka. Belum lagi masalah pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel yang sangat kontroversial. Masalah ini semakin memperdebatkan kebenaran setelah Israel sendiri menyatakan bahwa MBS telah mengunjungi Tel Aviv baru-baru ini.
Wacana Islam moderat Saudi tidak dapat membatalkan pertemuan sebelumnya di bulan Mei yaitu KTT negara Islam dan Amerika di Riyadh yang dihadiri Donald Trump. KTT ini menghasilkan rumusan untuk mencegah terorisme ala Amerika termasuk memusuhi Iran dan Qatar yang dianggap melindungi kelompok teroris. Jauh sebelumnya, Arab Saudi dan negara Teluk telah lama mengintensifkan peningkatan koordinasi di kawasan melalui Musim Semi dengan dukungan dan mendanai rezim diktator.
Masa Depan Politik Kerajaan
Arab Saudi mengalami banyak masalah akibat advokasi agresif MBS. Jika AS mengalami kerugian besar karena perang Vietnam dan Soviet runtuh karena Afghanistan, maka Saudi kini merana akibat perang Yaman dan agresifitas dalam konflik kawasan.
Anggaran Saudi tergerus untuk biaya perang, terjadi anggaran anggaran hingga 14 persen, banyak yayasan sosial ditutup atas pesanan AS, hingga penangkapan akademisi, imam dan khatib di seluruh Kerajaan. Karenanya, Islam moderat yang diwacanakan MBS hanya menjualan yang diterima sesuai dengan selera Barat dan hanya untuk kepentingan bisnis Saudi.
Banyak pihak menyatakan kebijakan luar negeri MBS yang agresif memperparah konflik kawasan. Tentu agresivitas Bin Salman yang belia ini tidak direkomendasikan oleh banyak pangeran senior termasuk koalisi Pengeran Al-Walid bin Thalal yang terkenal kritis. Namun, dinamika pergantian kekuasaan ini sedari awal telah jelas siapa yang menang loyalitas loyalitas Saudi tidak pernah jauh dari mereka yang sedang berkuasa.