MENGAPA IMAM HARUS LAKI-LAKI?

MENGAPA IMAM HARUS LAKI-LAKI?

Dalam sesi kuliah Agama beberapa waktu lalu salah seorang mahasiswi bertanya:

Mahasiswa (M): Pak, mengapa dalam Islam laki-laki yang jadi imam dan pemimpin. Sholat imamnya laki-laki, barisan laki-laki di depan, wanita di belakang, pun di rumah tangga imamnya laki-laki?

Saya (S): Soal imam dan barisan sholat, kamu ini mempermasalahkan sesuatu yang 1400 tahun berjalan dan terbukti tidak ada sekalipun terjadi masalah. Coba kalian yang laki-laki berada di belakang mahasiswi, lihat mereka dalam posisi rukuk, sujud, salam.
Masalah gak? Bisa konsen gak kalian?

M (serentak): gak konsen Pak!!

S: Alhamdulillah kalian normal! Laki-laki memang dijadikan lemah soal pandangan.
Jadi fix usulan kamu itu masalah. Apalagi jika 1000 tahun diterapkan.

Lalu jangan pula berfikir ekstrem. Misal, laki-laki pemimpin berarti wanita pembantu/budak, laki-laki bisa berbuat apa saja. Padahal keduanya punya kedudukan yang setara di mata Allah. Hanya perannya berbeda. Wanita itu pemimpin di rumahnya, ibarat menteri dalam negeri. Laki-laki Menlu-nya.

Bahasa yang dipakai Al-Qur’an itu qawwam artinya penegak: الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
(QS. An-Nisa: 34). Berasal dari kata قام- يقوم/ qaama-yaquumu (berdiri), isim fail/subjeknya menjadi قائم/qaim (seseorang yang melaksanakan tugas/kerja). Lalu superlatifnya menjadi قوام/qawwam (melaksanakan tugas dengan sesempurna mungkin dan berkesinambungan).

Laki-lakilah yang bertanggung jawab menegakkan dan meneguhkan istri dan semua anggota keluarga. Ibarat nahkoda, ia yang menegakkan tiang hingga layar terkembang mengarungi samudera kehidupan.

Secara ilmu biologi, laki-laki punya struktur tubuh yang menjadikannya lebih stabil. Wanita punya siklus perubahan hormonal terkait datang bulan, hamil dan melahirkan. Itu sangat berpengaruh dalam emosinya. Makanya kita kenal istilah PMS. Oleh karena itu beban nafkah ada pada suami. Ia yang harus banyak berhubungan dengan dunia luar, sedang istri di dalam rumah menjaga anak.

Itulah keseimbangan. Karenanya sesuai hadits, sholat terbaik laki-laki adalah di masjid, wanita di rumah. Karena itu sudah tepat imam laki-laki. Repot juga kalo harus buat jadwal imam berdasar siklus haid.

Atau misal diubah; laki-laki dan wanita sholat terbaiknya sama-sama di masjid? Ilang itu anak-anak. Rumah tidak ada yang jaga. Belum lagi masakan gosong ditinggal ke masjid.

Baik, soal relasi pemimpin dan yang dipimpin, saya tanya; siapa pemimpin di kelas ini? Ketua kelas?

M: Amir, Pak!

S: Baik, Amir adalah pemimpin kalian. Kalian yang dipimpin wajib taat, bukan? Bagaimana praktiknya?
Justru ketua yang sering kalian suruh-suruh khan, foto copy, hubungi dosen, dst. Bahkan justru kalian sering bully dia.

Karenanya jauhi berfikir ekstrem, memposisikan secara diametral pemimpin dan yang dipimpin. Semua ada dinamikanya. Termasuk dalam hal kepemimpinan laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga.



Sama juga dengan dosen. Pasti ada aturan mahasiswa wajib taat dosen. Dosen yang memimpin kelas. Sekali lagi jangan berfikir ekstrem, seperti dosen bisa berbuat apa saja ke mahasiswa, mahasiswa siap didzalimi.
Nyatanya kalian suka datang telat, suka berisik, telat ngumpulin tugas, titip absen, dst. Tapi saya maafkan bukan? Jadi, siapa sebenarnya yang lebih banyak mendzalimi?

M: #&@+#&#&!!!#&

S: Jadi kesimpulannya, jauhi berfikir ekstrem, terlalu mempertentangkan 2 hal yang sebenarnya tidak perlu dipertentangkan, justru keduanya saling melengkapi. Baik suami sebagai qawwam dan istri atau ibu sebagai madrasatul aulad.

Hikmahnya– dan ini tugas kalian mahasiswi — cari dan pilih qawwam kalian yang baik, pengertian dan takut pada Allah.

InsyaAllah semua akan baik-baik saja.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10217691623095289&id=1021280473



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *